
Depresiasi aset tetap membantu UMKM menampilkan laba yang realistis karena biaya alat atau mesin dibagi bertahap sepanjang umur manfaat, bukan dibebankan sekaligus.
Tanpa depresiasi aset tetap yang tepat, HPP (Harga Pokok Penjualan) bisa terlalu rendah atau terlalu tinggi sehingga harga jual dan evaluasi keuntungan jadi tidak akurat.
Selain itu, pencatatan depresiasi yang rapi mempermudah kepatuhan pajak karena biaya penyusutan diakui konsisten dan siap saat pemeriksaan.
Memahami depresiasi aset tetap itu krusial agar keputusan bisnis lebih tepat, dari menentukan harga, merencanakan penggantian aset, mengelola arus kas, hingga menyiapkan dokumen pajak dan audit.
Pada kali ini akan membahas tentang depresiasi aset tetap pengertian, komponen penting, metode perhitungan dan jurnal akuntansinya.
Pengertian Depresiasi Aset Tetap
Depresiasi aset tetap adalah alokasi sistematis biaya perolehan aset berwujud (misalnya mesin, kendaraan, peralatan) selama umur manfaatnya.
Artinya, biaya dibagi rata atau sesuai pola manfaat tiap periode, bukan arus kas yang keluar setiap bulan. Tujuannya agar laba dan HPP lebih realistis karena biaya aset tidak “ditumpuk” di tahun pembelian saja.
Bedanya depresiasi dan amortisasi
Secara sederhana, depresiasi aset tetap berlaku untuk aset berwujud (mesin, kendaraan, peralatan), sedangkan amortisasi berlaku untuk aset tidak berwujud (lisensi, hak cipta, franchise fee, software berjangka).
Keduanya sama-sama membagi biaya perolehan secara sistematis ke beberapa periode agar laba dan HPP lebih realistis, bedanya hanya pada jenis aset yang dipakai usaha.
Agar lebih kebayang, lihat ilustrasi angka sederhana:
- Depresiasi: kamu membeli mesin Rp24.000.000 dengan nilai residu Rp4.000.000 dan umur manfaat 4 tahun. Metode garis lurus menghasilkan beban Rp(24.000.000 − 4.000.000) ÷ 4 = Rp5.000.000 per tahun (≈ Rp416.667 per bulan). Di neraca, akun Akumulasi Depresiasi mesin bertambah tiap periode.
- Amortisasi: kamu membeli lisensi software 3 tahun seharga Rp12.000.000 tanpa nilai residu. Garis lurus menghasilkan Rp4.000.000 per tahun (≈ Rp333.333 per bulan). Di neraca, nilai Aset Tidak Berwujud menurun melalui Akumulasi Amortisasi atau pengurangan langsung.
Komponen Utama Dalam Depresiasi Aset Tetap
Agar depresiasi aset tetap tercatat akurat, pahami empat komponen ini: harga perolehan, umur manfaat, nilai residu, dan akumulasi depresiasi. Keempatnya menentukan besarnya beban per periode dan nilai buku aset di neraca.
1) Harga Perolehan
Harga Perolehan adalah seluruh biaya yang dibutuhkan sampai aset siap dipakai.
Contoh UMKM: beli mesin press Rp17.500.000, ongkir Rp300.000, instalasi Rp200.000 → harga perolehan Rp18.000.000.
2) Umur Manfaat
Umur Manfaat adalah lamanya aset memberikan manfaat ekonomi bagi usaha (tahun/bulan/jam operasi/unit produksi). Bukan usia fisik murni, tetapi periode pemakaian di bisnis kamu.
Cara menentukannya lihat rekomendasi pabrikan, pengalaman internal, tingkat keausan, teknologi cepat usang, dan kebijakan perusahaan.
Contoh: motor kurir diperkirakan dipakai 4 tahun karena intensitas pemakaian harian.
3) Nilai Residu
Nilai Residu adalah perkiraan nilai aset di akhir umur manfaat (harga jual bekas atau nilai sisa setelah dipakai). Nilai ini tidak didepresiasi.
Contoh: motor kurir setelah 4 tahun masih bisa dijual Rp3.000.000 → itu nilai residu.
4) Akumulasi Depresiasi
Akumulasi Depresiasi adalah total depresiasi yang sudah diakui sejak aset mulai dipakai. Disajikan sebagai akun kontra-aset yang mengurangi nilai perolehan untuk menghasilkan nilai buku.
Rumus nilai buku:
Nilai Buku = Harga Perolehan − Akumulasi Depresiasi
Contoh: setelah 2 tahun, akumulasi depresiasi motor Rp7.500.000 → nilai buku = 18.000.000 − 7.500.000 = Rp10.500.000.
Metode Perhitungan Depresiasi Aset Tetap dan Rumusnya

1. Metode Garis Lurus (Straight Line Method)
Metode Garis Lurus / Straight Line Method adalah metode yang membagi biaya aset merata di setiap periode sepanjang umur manfaat.
Metode ini mudah dipahami dan stabil, memudahkan perencanaan laba/HPP dan monitoring biaya. Cocok untuk aset dengan manfaat konstan (rak display, perabot kantor, oven roti).
Rumus:
Depresiasi per Tahun = (Harga Perolehan − Nilai Residu) ÷ Umur Manfaat
Depresiasi per Bulan = Depresiasi per Tahun ÷ 12
Contoh (motor kurir):
- Depresiasi per tahun = (18.000.000 − 3.000.000) ÷ 4 = Rp3.750.000
- Depresiasi per bulan = 3.750.000 ÷ 12 = Rp312.500
- Nilai buku akhir tahun:
- Th1: 18.000.000 − 3.750.000 = Rp14.250.000
- Th2: 14.250.000 − 3.750.000 = Rp10.500.000
- Th3: 10.500.000 − 3.750.000 = Rp6.750.000
- Th4: 6.750.000 − 3.750.000 = Rp3.000.000 (= nilai residu)
2. Metode Saldo Menurun (Declining Balance Method)
Metode Saldo Menurun (Declining Balance Method) adlaah metode yang mengakui beban lebih besar di awal dan mengecil tiap tahun karena basisnya nilai buku awal. Versi ganda (DDB) memakai tarif 2 × tarif garis lurus.
Metode ini cocok saat manfaat/produktivitas aset paling tinggi di awal atau teknologinya cepat usang (perangkat IT, kendaraan operasional intens, mesin performa puncak di awal).
Rumus umum:
Depresiasi Tahun ke-t = Tarif × Nilai Buku Awal Tahun ke-t
Contoh tarif DDB untuk umur 4 tahun: Tarif = 2 × (1/4) = 50%
Contoh (motor kurir, DDB dengan switch ke garis lurus):
- Th1: 50% × 18.000.000 = Rp9.000.000 → Nilai buku akhir Rp9.000.000
- Th2: 50% × 9.000.000 = Rp4.500.000 → Nilai buku akhir Rp4.500.000
- Sisa umur 2 tahun, garis lurus atas sisa = (4.500.000 − 3.000.000) ÷ 2 = Rp750.000/tahun
- Switch:
- Th3: Rp750.000 → Nilai buku akhir Rp3.750.000
- Th4: Rp750.000 → Nilai buku akhir Rp3.000.000 (= residu)
3. Metode Jumlah Angka Tahun (Sum-of-Years’ Digits)
Metode Jumlah Angka Tahun (Sum-of-Years’ Digits) adalah metode menurun bertahap, beban tiap tahun proporsional terhadap sisa tahun dibanding jumlah angka tahun. Pola turunnya lebih halus daripada saldo menurun.
Metode ini pas untuk aset yang manfaatnya turun perlahan (tidak sedrastis DDB), misalnya beberapa jenis mesin/peralatan yang makin banyak perawatan seiring waktu.
Rumus:
Jumlah Angka Tahun = n(n+1)/2
Depresiasi Tahun ke-t = (Sisa Tahun awal th ke-t ÷ Jumlah Angka Tahun) × (Harga Perolehan − Nilai Residu)
Contoh (motor kurir, n=4):
- Jumlah angka tahun = 4+3+2+1 = 10; basis depresiasi = Rp15.000.000
- Th1: (4/10) × 15.000.000 = Rp6.000.000 → Nilai buku Rp12.000.000
- Th2: (3/10) × 15.000.000 = Rp4.500.000 → Nilai buku Rp7.500.000
- Th3: (2/10) × 15.000.000 = Rp3.000.000 → Nilai buku Rp4.500.000
- Th4: (1/10) × 15.000.000 = Rp1.500.000 → Nilai buku Rp3.000.000 (= residu)
4. Metode Unit Produksi (Units of Production Method)
Metode Unit Produksi (Units of Production Method) adalah beban depresiasi mengikuti output/jam pakai aktual; makin banyak dipakai, makin besar bebannya. Paling cocok saat keausan benar-benar bergantung pada volume produksi.
Metode ini akurat saat ada data output/jam yang andal; cocok untuk pabrik kecil/ konveksi/ bengkel, mesin cetak/ potong dengan meter jam.
Rumus:
Tarif per Unit = (Harga Perolehan − Nilai Residu) ÷ Total Kapasitas (unit/jam)
Depresiasi Periode = Tarif per Unit × Output/Jam Aktual Periode
Contoh (mesin produksi, kapasitas total 100.000 unit):
- Basis depresiasi = 18.000.000 − 3.000.000 = Rp15.000.000
- Tarif per unit = 15.000.000 ÷ 100.000 = Rp150/unit
- Output tahunan: Th1 25.000, Th2 35.000, Th3 30.000, Th4 10.000
- Beban:
- Th1: 25.000 × 150 = Rp3.750.000 → Nilai buku Rp14.250.000
- Th2: 35.000 × 150 = Rp5.250.000 → Nilai buku Rp9.000.000
- Th3: 30.000 × 150 = Rp4.500.000 → Nilai buku Rp4.500.000
- Th4: 10.000 × 150 = Rp1.500.000 → Nilai buku Rp3.000.000 (= residu)
Jurnal Akuntansi dan Pelepasan Aset
Jurnal Depresiasi Periodik
Format jurnal (bulanan/tahunan):
Dr Beban Depresiasi
Cr Akumulasi Depresiasi
Contoh (metode garis lurus, motor kurir):
Harga perolehan Rp18.000.000; nilai residu Rp3.000.000; umur 4 tahun → beban Rp3.750.000/tahun atau Rp312.500/bulan.
Dr Beban Depresiasi 312.500
Cr Akumulasi Depresiasi 312.500
Perolehan Aset
Tujuan pencatatan Adalah mengakui harga perolehan sampai aset siap dipakai (harga beli + ongkir + instalasi/kalibrasi awal − diskon).
Format jurnal (tunai):
Dr Aset Tetap (mis. Kendaraan/Mesin)
Cr Kas/Bank
Format jurnal (kredit/tempo):
Dr Aset Tetap
Cr Utang Usaha / Utang Aset
Catatan: Jika ada biaya langsung terkait (ongkir, pemasangan) tambahkan ke Aset Tetap. Simpan bukti agar cost akurat.
Pelepasan Aset (jual/buang)
Saat aset dilepas, lakukan 3 langkah:
- Hitung nilai buku = Harga Perolehan − Akumulasi Depresiasi.
- Bandingkan dengan hasil penjualan (jika ada).
- Tutup akun Akumulasi Depresiasi, keluarkan Aset Tetap, akui Kas/Piutang, lalu akui Laba atau Rugi Pelepasan.
a) Dijual dan Untung
Data contoh (motor kurir, setelah 2 tahun garis lurus):
Akumulasi depresiasi = 2 × 3.750.000 = Rp7.500.000
Nilai buku = 18.000.000 − 7.500.000 = Rp10.500.000
Dijual Rp12.000.000 → Laba Rp1.500.000
Format jurnal:
Dr Kas/Bank 12.000.000
Dr Akumulasi Depresiasi 7.500.000
Cr Aset Tetap (Kendaraan/Mesin) 18.000.000
Cr Laba Pelepasan Aset 1.500.000
b) Dijual dan Rugi
Data sama, tapi dijual Rp9.000.000 → Rugi Rp1.500.000
Format jurnal:
Dr Kas/Bank 9.000.000
Dr Akumulasi Depresiasi 7.500.000
Dr Rugi Pelepasan Aset 1.500.000
Cr Aset Tetap (Kendaraan/Mesin) 18.000.000
c) Dibuang/Disposal tanpa hasil penjualan
Misal dibuang setelah 3 tahun garis lurus:
Akumulasi depresiasi = 3 × 3.750.000 = Rp11.250.000
Nilai buku sisa = Rp6.750.000 → seluruhnya jadi rugi.
Format jurnal:
Dr Akumulasi Depresiasi 11.250.000
Dr Rugi Pelepasan Aset 6.750.000
Cr Aset Tetap (Kendaraan/Mesin) 18.000.000
Kesimpulan
Dengan depresiasi aset tetap yang rapi, laporan laba jadi lebih akurat, HPP lebih wajar, keputusan pricing lebih sehat, dan kepatuhan pajak lebih mudah karena jadwal penyusutan jelas serta konsisten.
Jika kamu ingin menerapkan metode yang tepat, menyiapkan kebijakan, dan mengintegrasikan depresiasi ke HPP serta harga jual, cara paling efisien adalah dibantu tim yang berpengalaman seperti BalancioIndo.
Butuh bantuan menyusun kebijakan & jadwal depresiasi, rekonsiliasi komersial vs fiskal, serta menata laporan keuangan UMKM Anda?
BalancioIndo siap dampingi dari set-up sampai rutin bulanan. Konsultasi awal sekarang, hubungi kami Balancio Indo!